Minggu, 18 Desember 2011

Bagaimanakah mekanisme pemungutan PPN?

Bagaimanakah mekanisme pemungutan PPN?
  1. Secara umum PPN yang terutang atas transaksi penyerahan BKP/JKP dipungut oleh PKP Penjual. Dengan demikian, pembeli BKP/JKP yang bersangkutan wajib membayar kepada PKP Penjual sebesar harga jual ditambah PPN yang terutang (10%).
  2. Dalam hal harga jual atau penggantian telah termasuk PPN, maka PPN yang terutang atas penyerahan BKP/JKP tersebut dihitung dengan formula : 10/110 x harga jual atau penggantian.
  3. Apabila pembeli BKP/JKP tersebut berstatus Pemungut PPN (Pembeli Khusus), PPN yang terutang atas transaksi penyerahan BKP/JKP tidak dipungut oleh PKP Penjual, melainkan disetor langsung ke kas negara oleh Pemungut PPN tersebut. Dengan demikian, Pemungut PPN hanya membayar kepada PKP Penjual sebesar harga jual, sedangkan PPN-nya (10%) disetor langsung ke kas negara.
  4. Pemungut PPN (Pembeli Khusus) terdiri dari (563/KMK.03/2003) :
    • Bendaharawan Pemerintah baik Pusat maupun Daerah, yang dananya dari APBN/APBD.
    • Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara
  5. Dalam hal terjadi penyerahan BKP/JKP antar Pemungut PPN, PPN/PPnBM terutang atas BKP/JKP dipungut, disetor dan dilaporkan oleh Pemungut PPN yang melakukan penyerahan BKP/JKP (Penjual), Lihat SE - 43/PJ.51/2002
  6. Dalam hal terjadi penyerahan BKP/JKP oleh Badan-Badan tertentu kepada Bendaharawan Pemerintah/KPKN, maka PPN/PPnBM terutang atas BKP/JKP dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh Bendaharawan Pemerintah/KPKN (Pembeli), Lihat SE - 43/PJ.51/2002.
  7. Penyerahan BKP/JKP oleh Instansi Pemerintah yang bertindak sebagai PKP kepada Badan-Badan tertentu, PPN terutang dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh Bendaharawan Instansi Pemerintah (Penjual), Lihat SE - 43/PJ.51/2002.

Mekanisme Pemungutan/ Perhitungan PPN

Mekanisme PPN Indonesia
  1. Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP)/Jasa Kena Pajak (JKP) wajib memungut PPN dari pembeli/penerima BKP/JKP yang bersangkutan sebesar 10% dari Harga Jual atau penggantian, dan membuat Faktur Pajak sebagai bukti pemungutannya.
  2. PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut merupakan Pajak Keluaran (Out Put Tax) bagi PKP Penjual BKP/JKP, yang sifatnya sebagai pajak yang harus dibayar (hutang pajak).
  3. Pada waktu PKP di atas melakukan pembelian/perolehan BKP/JKP yang dikenakan PPN, PPN tersebut merupakan Pajak Masukan (In Put Tax), yang sifatnya sebagai pajak yang dibayar di muka, sepanjang BKP/JKP yang dibeli tersebut berhubungan langsung dengan kegiatan usahanya.
  4. Untuk setiap masa pajak (setiap bulan), apabila jumlah Pajak Keluaran lebih besar dari pada Pajak Masukan, maka selisihnya harus disetor ke Kas Negara selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya. Dan sebaliknya, apabila jumlah Pajak Masukan lebih besar dari pada Pajak Keluaran, maka selisih tersebut dapat diminta kembali (restitusi) atau di kompensasi ke masa pajak berikutnya.
  5. Pengusaha Kena Pajak di atas wajib menyampaikan Laporan Perhitungan PPN setiap bulan (SPT Masa PPN) ke Kantor Pelayanan Pajak terkait selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya.
Contoh :
1.
Pada bulan September 2002, PT ABADI melakukan penyerahan BKP sebesar Rp 100 Milyar, PPN yang dipungut sebesar 10% atau Rp 10 Milyar. Pembelian BKP/JKP yang dilakukan PT ABADI adalah Rp 80 Milyar, sehingga PPN yang dibayar atas pembelian BKP/JKP tersebut sebesar 10 % dari 80 Milyar atau Rp 8 Milyar.



Penghitungan dan pengkreditan PPN yang dilakukan PT ABADI untuk Masa Pajak September 2002 adalah:

Pajak Keluaran
Rp
10 Milyar

Pajak Masukan
Rp
8 Milyar






PPN Kurang bayar
Rp
2 Milyar
Jumlah PPN  kurang bayar sebesar Rp 2 Milyar tersebut harus disetorkan ke kas negara melalui Bank Persepsi paling lambat tanggal 15 Oktober 2002. Dan penghitungan tersebut dituangkan dalam SPT Masa PPN Masa September 2002 yang harus disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak dimana PT. ABADI terdaftar paling lambat tanggal 20 Oktober 2002.
2. Pada bulan Oktober 2002, PT ABADI melakukan penyerahan BKP sebesar Rp 120 Milyar, PPN yang dipungut sebesar 10% atau Rp 12 Milyar. Pembelian BKP/JKP yang dilakukan PT ABADI adalah Rp 140 Milyar, sehingga PPN yang dibayar atas pembelian BKP/JKP tersebut sebesar 10 % dari 140 Milyar atau Rp 14 Milyar.
   
  Penghitungan dan pengkreditan PPN yang dilakukan PT ABADI untuk Masa Pajak Oktober 2002 adalah:
  Pajak Keluaran Rp 12 Milyar
  Pajak Masukan Rp 14 Milyar
     
 
  PPN Lebih bayar Rp 2 Milyar
Jumlah PPN lebih bayar sebesar Rp 2 Milyar tersebut dapat dimintakan kembali (restitusi) atau dikompensasikan ke Masa Pajak Nopember 2002. Penghitungan tersebut dituangkan dalam SPT Masa PPN Masa Oktober 2002 yang harus disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak dimana PT. ABADI terdaftar paling lambat tanggal 20 Nopember 2002.

FASILITAS PPN

Pengertian Fasilitas PPN

Di Indonesia, dikenal 4 (empat) fasilitas PPN yaitu : Fasilitas PPN Tidak Dikenakan, PPN Dibebaskan, PPN Tidak Dipungut dan PPN 0% (Nol Persen). Makna keempat fasilitas tersebut adalah sama-sama tidak dibebani PPN. Namun, ada beberapa perbedaan mendasar diantara keempat fasilitas tersebut, yaitu :
1.
PPN Tidak Dikenakan

a.
BKP/JKP dikecualikan dari objek PPN.

b.
Apabila tidak ada usaha lain, maka wajib pajak tidak wajib untuk dikukuhkan sebagai PKP.

c.
Pajak Masukan atas perolehan Barang dan/atau Jasa Kena Pajak tidak dapat dikreditkan.
2.
PPN Dibebaskan

a.
Ada Objek PPN.

b.
Wajib Pajak harus minta dikukuhkan sebagai PKP dan wajib membuat Faktur Pajak kecuali ada peraturan yang menyatakan tidak diperlukan.

c.
Pajak Masukan atas perolehan Barang dan/atau Jasa Kena Pajak tidak dapat dikreditkan.
3.
PPN Tidak Dipungut

a.
Ada Objek PPN.

b.
Wajib Pajak harus minta dikukuhkan sebagai PKP dan wajib membuat Faktur Pajak kecuali ada peraturan yang menyatakan tidak diperlukan.

c.
Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dapat dikreditkan.
4.
PPN 0% (Nol Persen)

a.
Ada Objek PPN.

b.
Wajib Pajak harus minta dikukuhkan sebagai PKP.

c.
Pajak Masukan atas perolehan BKP dapat dikreditkan.