I.
|
PENDAHULUAN
Pembayaran
pajak merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan peran serta
Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan
kewajiban perpajakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional.
Sesuai falsafah undang-undang perpajakan, membayar pajak bukan hanya
merupakan kewajiban, tetapi merupakan hak dari setiap warga Negara
untuk ikut berpartisipasi dalam bentuk peran serta terhadap pembiayaan
negara dan pembangunan nasional.
Tanggung
jawab atas kewajiban pembayaran pajak, sebagai pencerminan kewajiban
kenegaran di bidang perpajakan berada pada anggota masyarakat sendiri
untuk memenuhi kewajiban tersebut. Hal tersebut sesuai dengan sistem self assessment
yang dianut dalam Sistem Perpajakan Indonesia. Pemerintah dalam hal
ini Direktorat Jenderal Pajak, sesuai dengan fungsinya berkewajiban
melakukan pembinaan/penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan. Dalam
melaksanakan fungsinya tersebut, Direktorat Jenderal Pajak berusaha
sebaik mungkin memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai visi dan
misi Direktorat Jenderal Pajak. Penerbitan buku saku ini merupakan
salah satu perwujudan dari fungsi di atas dengan maksud memberikan
pemahaman yang lebih komprehensif tentang hak dan kewajiban selaku
Wajib Pajak.
Sebelum
sampai pada pembahasan tentang hak dan kewajiban Wajib Pajak pada
bab-bab berikutnya, sebagai cakrawala pengetahuan perpajakan perlu
diketahui terlebih dahulu tentang jenis dan macam papak yang berlaku
di Indonesia.
|
|
A.
|
Jenis Pajak
Secara
umum, pajak yang berlaku di Indonesia dapat dibedakan menjadi Pajak
Pusat dan Pajak Daerah. Pajak Pusat adalah pajak-pajak yang dikelola
oleh Pemerintah Pusat yang dalam hal ini sebagian dikelola oleh
Direktorat Jenderal Pajak - Departemen Keuangan. Sedangkan Pajak
Daerah adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Daerah baik di
tingkat Propinsi maupun Kabupaten/Kota.
Pajak-pajak Pusat yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak meliputi :
|
|
|
1.
|
Pajak Penghasilan (PPh)
PPh
adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak. Yang
dimaksud dengan penghasilan adlah setiap tambahan kemampuan ekonomis
yang berasal baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat
digunakan untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan dengan nama dan
dalam bentuk apapun. Dengan demikian maka penghasilan itu dapat
berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan lain sebagainya.
|
|
|
2.
|
Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
PPN
adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa
Kena Pajak di dalam Daerah Pabean. Orang Pribadi, perusahaan, maupun
pemerintah yang mengkonsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak
dikenakan PPN. Pada dasarnya, setiap barang dan jasa adalah Barang
Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, kecuali ditentukan lain oleh
Undang-undang PPN. Tarif PPN adalah tunggal yaitu sebesar 10%. Dalam hal
ekspor, tarif PPN adalah 0%. Yang dimaksud Dengan Pabean adalah
wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, peraian, dan
ruang udara diatasnya.
|
|
|
3.
|
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM)
Selain
dikenakan PPN, atas barang-barang kena pajak tertentu yang tergolong
mewah, juga dikenakan PPn BM. Yang dimaksud dengan Barang Kena Pajak
yang tergolong mewah adalah :
a.
|
Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok; atau
|
b.
|
Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu; atau
|
c.
|
Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi; atau
|
d.
|
Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status; atau
|
e.
|
Apabila
dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat, serta
mengganggu ketertiban masyarakat.
|
|
|
|
4.
|
Bea Meterai
Bea
Meterai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen, seperti surat
perjanjian, akta notaris, serta kwitansi pembayaran, surat berharga,
dan efek, yang memuat jumlah uang atau nominal diatas jumlah tertentu
sesuai dengan ketentuan.
|
|
|
5.
|
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
PBB
adalah pajak yang dikenakan atas kepemilikan atau pemanfaatan tanah
dan atau bangunan. PBB merupakan Pajak Pusat namun demikian hampir
seluruh realisasi penerimaan PBB diserahkan kepada Pemerintah Daerah
baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota.
|
|
|
6.
|
Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
BPHTB
adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau
bangunan. Seperti halnya PBB, walaupun BPHTB dikelola oleh Pemerintah
Pusat namun realisasi penerimaan BPHTB seluruhnya diserahkan kepada
Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota sesuai dengan
ketentuan.
|
|
|
Pajak-pajak
yang dipungut oleh Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun
Kabupaten/Kota antara lain meliputi :
|
|
|
1.
|
Pajak Propinsi
a.
|
Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air;
|
b.
|
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air;
|
c.
|
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bemotor;
|
d.
|
Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.
|
|
|
|
2.
|
Pajak Kabupaten/Kota
a.
|
Pajak Hotel;
|
b.
|
Pajak Restoran;
|
c.
|
Pajak Hiburan;
|
d.
|
Pajak Reklame;
|
e.
|
Pajak Penerangan Jalan;
|
f.
|
Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C;
|
g.
|
Pajak Parkir.
|
|
|
B.
|
Manfaat Pajak
Sebagaimana
halnya perekonomian dalam suatu rumah tangga atau keluarga,
perekonomian negara juga mengenal sumber-sumber penerimaan dan pos-pos
pengeluaran. Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara. Tanpa
pajak, sebagian besar kegiatan negara sulit untuk dapat dilaksanakan.
Penggunaan uang pajak meliputi mulai dari belanja pegawai sampai
dengan pembiayaan berbagai proyek pembangunan. Pembangunan sarana umum
seperti jalan-jalan, jembatan, sekolah, rumah sakit/puskesmas, kantor
polisi dibiayai dengan menggunakan uang yang berasal dari pajak. Uang
pajak juga digunakan untuk pembiayaan dalam rangka memberikan rasa aman
bagi seluruh lapisan masyarakat. Setiap warga negara mulai saat
dilahirkan sampai dengan meninggal dunia, menikmati fasilitas atau
pelayanan dari pemerintah yang semuanya dibiayai dengan uang yang
berasal dari pajak. Dengan demikian jelas bahwa peranan penerimaan
pajak bagi suatu negara menjadi sangat dominan dalam menunjang
jalannya roda pemerintahan dan pembiayaan pembangunan.
Disamping
fungsi budgeter (fungsi penerimaan) di atas, pajak juga melaksanakan
fungsi redistribusi pendapatan dari masyarakat yang mempunyai
kemampuan ekonomi yang lebih tinggi kepada masyarakat yang
kemampuannya lebih rendah. Oleh karena itu tingkat kepatuhan Wajib
Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya secara baik dan benar
merupakan syarat mutlak untuk tercapainya fungsi redistribusi
pendapatan. Sehingga pada akhirnya kesenjangan ekonomi dan sosial yang
ada dalam masyarakat dapat dikurangi secara maksimal.
|
II.
|
PENDAFTARAN
Sesuai dengan sistem self assessment
maka Wajib Pajak mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan diri ke
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Penyuluhan dan Pengamatan
Potensi Perpajakan (KP4) yang wilayahnya meliputi tempat tinggal atau
kedudukan Wajib Pajak untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
Disamping
melalui KPP atau KP4, pendaftaran NPWP juga dapat dilakukan melalui
e-register, yaitu suatu cara pendaftaran NPWP melalui media elektronik
on-line (internet).
Fungsi NPWP adalah :
-
|
sebagai sarana dalam administrasi perpajakan.
|
-
|
sebagai identitas Wajib Pajak.
|
-
|
menjaga ketetiban dalam pembayaran pajak dan pengawasan administrasi perpajakan.
|
-
|
Dicantumkan dalam setiap dokumen perpajakan.
|
|
|
Dengan
memiliki NPWP, Wajib Pajak memperoleh beberapa manfaat langsung
lainnya, seperti : sebagai pembayaran pajak di muka (angsuran/kredit
pajak) atas Fiskal Luar Negeri yang dibayar sewaktu Wajib Pajak
bertolak ke Luar Negeri, memenuhi salah satu persyaratan ketika
melakukan pengurusan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), dan salah
satu syarat pembuatan Rekening Koran di bank-bank.
|
|
A.
|
NPWP
NPWP
adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana yang
merupakan tanda pengenal atau identitas bagi setiap Wajib Pajak dalam
melaksanakan hak dan kewajibannya di bidang perpajakan. Untuk
memperoleh NPWP, Wajib Pajak wajib mendaftarkan diri pada KPP, atau
KP4 dengan mengisi formulir pendaftaran dan melampirkan persyaratan
administrasi yang diperlukan, atau dapat pula mendaftarkan diri secara
on-line melalui e-register.
Syarat-syarat pendaftaran Wajib Pajak :
1.
|
Bagi
Wajib Pajak Orang Pribadi, dokumen yang diperlukan hanya berupa
Fotokopi KTP yang masih berlaku atau Kartu Keluarga.
|
2.
|
Bagi Wajib Pajak Badan, dokumen yang diperlukan antara lain :
a.
|
Fotokopi Akte Pendirian Perusahaan;
|
b.
|
Fotokopi KTP Pengurus; dan
|
c.
|
Surat Keterangan Kegiatan Usaha dari Lurah.
|
|
|
|
|
Kepada
Wajib Pajak diberikan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) paling lambat
pada hari kerja berikutnya dan Kartu NPWP diberikan paling lambat 3
(tiga) hari kerja setelah diterimanya permohonan secara lengkap. Perlu
diketahui masyarakat bahwa untuk pengurusan NPWP tersebut di atas TIDAK DIPUNGUT BIAYA APAPUN.
|
|
B.
|
Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PPKP)
Setelah
memperoleh NPWP, Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang dikenakan PPN
wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
Pajak (PKP) pada KPP, KP4, atau dapat pula dilakukan secara on-line
melalui e-register. Dalam rangka pengukuhan sebagai PKP tersebut maka
akan dilakuan penelitian setempat mengenai keberadaan dan kegiatan
usaha yang bersangkutan. Dengan dikukuhkannya Pengusaha sebagai PKP
maka atas penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak, wajib
diterbitka Faktur Pajak.
|
III.
|
PEMBAYARAN, PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN, DAN PELAPORAN
Wajib
Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan sistem
self assessment wajib melakukan sendiri penghitungan, pembayaran, dan
pelaporan pajak terutang.
|
|
A.
|
Pembayaran Pajak
Mekanisme Pembayaran Pajak :
|
|
|
a.
|
Membayar sendiri pajak yang terutang :
1)
|
Pembayaran angsuran setiap bulan (PPh Pasal 25)
Pembayaran
PPh Pasal 25 yaitu pembayaran pajak penghasilan secara angsuran.
Hal ini dimaksudkan untuk meringankan beban Wajib Pajak dalam
melunasi pajak yang terutang dalam satu tahun pajak. Wajib Pajak
diwajibkan untuk mengangsur pajak yang akan terutang pada akhir
tahun dengan membayar sendiri angsuran pajak setiap bulan.
|
2)
|
Pembayaran PPh Pasal 29 setelah akhir tahun;
Pembayaran
PPh Pasal 29 yaitu pelunasan pajak penghasilan yang dilakukn
sendiri oleh Wajib Pajak pada akhir tahun pajak apabila pajak
terutang untuk suatu tahun pajak lebih besar dari jumlah total pajak
yang dibayar sendiri dan pajak yang dipotong atau dipungut pihak
lain sebagai kredit pajak yang
|
|
|
|
b.
|
Melalui
pemotongan dan pemungutan oleh pihak lain (PPh Pasal 4 (2), PPh Pasal
15, PPh Pasal 21, 22, dan 23, serta PPh Pasal 26).
Pihak lain disini berupa :
1)
|
Pemberi penghasilan;
|
2)
|
Pemberi kerja; atau
|
3)
|
Pihak lain yang ditunjuk atau ditetapkan oleh pemerintah.
|
|
|
|
|
Penjelasan
lebih lanjut mengenai pemotongan dan pemungutan pajak diuraikan lebih
lanjut pada bagian Pemotongan/ Pemungutan (butir C).
|
|
|
c.
|
Pemungutan PPN oleh pihak penjual atau oleh pihak yang ditunjuk pemerintah.
|
|
|
d.
|
Pembayaran Pajak-pajak lainnya.
1)
|
Pembayaran
PBB yaitu pelunasan berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang
(SPPT). Untuk daerah Jakarta, pembayaran PBB sudah dapat dilakukan
dengan menggunakan ATM di Bank-bank tertentu.
|
2)
|
Pembayaran BPHTB yaitu pelunasan pajak atas perolehan hak atas tanah dan bangunan.
|
3)
|
Pembayaran
Bea Meterai yaitu pelunasan pajak atas dokumen yang dapat dilakukan
dengan cara menggunakan benda meterai berupa meterai tempel atau
kertas bermeterai atau dengan cara lain seperti menggunakan mesin
teraan.
|
|
|
B.
|
Pelaksanaan Pembayaran Pajak
Pembayaran
pajak dapat dilakukan di bank-bank pemerintah maupun swasta dan
kantor pos dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) yang dapat
diambil di KPP atau KP4 terdekat, atau dengan cara lain melalui
pembayaran pajak secara elektronik (e-payment).
|
|
C.
|
Pemotongan / Pemungutan
Selain
pembayaran bulanan yang dilakukan sendiri, ada pembayaran bulanan
yang dilakukan dengan mekanisme pemotongan/pemungutan yang dilakukan
oleh pihak ketiga. Adapun jenis pemotongan/pemungutan adalah PPh Pasal
21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, dan PPN dan PPn BM.
Adapun definisi dari masing-masing pajak penghasilan tersebut adalah sebagai berikut :
|
|
|
-
|
PPh
Pasal 21 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak ke-3
sehubungan dengan penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak Orang
Pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau kegiatan yang
dilakukan (seperti gaji yang diterima oleh pegawai dipotong oleh
perusahaan dimana dia bekerja).
|
|
|
-
|
PPh
Pasal 22 adalah pemungutan pajak yang dilakukan oleh pihak ke-3
sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang, impor barang dan
kegiatan usaha di bidang-bidang tertentu (seperti penyerahan barang
oleh rekanan kepada bendaharawan pemerintah).
|
|
|
-
|
PPh
Pasal 23 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak ke-3
sehubungan dengan penghasilan tertentu seperti : deviden, bunga,
royalty, sewa, dan jasa yang diterima oleh WP badan dalam negeri, dan
BUT.
|
|
|
-
|
PPh
Pasal 26 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak ke-3
sehubungan denan penghasilan yang diterima oleh WP luar negeri.
|
|
|
-
|
PPh Final (Pasal 4 ayat (2)
Ada
beberapa penghasilan yang dikenakan PPh Final. Yang dimaksud final
disini bahwa pajak yang dipotong, dipungut oleh pihak ketiga atau
dibayar sendiri tidak dapat dikreditkan (bukan pembayaran di muka)
terhadap utang pajak pada akhir tahun dalam penghitungan pajak
penghasilan pada SPT Tahunan. Beberapa contoh penghasilan yang
dikenakan PPh final : bunga deposito, penjualan tanah dan bangunan,
persewaan tanah dan bangunan, hadiah undian, bunga obligasi dsb.
|
|
|
-
|
PPh
Pasal 15 adalah pemotongan pajak penghasilan yang dilakukan oleh
Wajib Pajak tertentu yang menggunakan norma penghitungan khusus,
antara lain perusahaan pelayaran atau penerbangan international,
perushaan asuransi luar negeri, perusahaan pengeboran minyak, gas dan
panas bumi, perusahaan dagang asing, perusahaan yang melakukan
investasi dalam bentuk bangun guna serah.
|
|
|
Seperti
halnya PPh Pasal 25, pemotongan/pemungutan tersebut merupakan
angsuran pajak. Untuk PPh dikreditkan pada akhir tahun, sedangkan PPN
dikreditkan pada masa diberlakukannya pemungutan dengan mekanisme
Pajak Keluaran (PK) dan Pajak Masukan (PM).
Apabila
pihak-pihak yang diberi kewajiban oleh DJP untuk melakukan
pemotongan/pemungutan tidak melakukan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku, maka dapat dikenakan sanksi administrasi berupa bunga 2% dan
kenaikan 100%.
|
|
D.
|
Pelaporan
Sebagaimana
ditentukan dalam Undang-undang Perpajakan, Surat Pemberitahuan (SPT)
mempunyai fungsi sebagai suatu sarana bagi Wajib Pajak di dalam
melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang
sebenarnya terutang. Selain itu Surat Pemberitahuan berfungsi untuk
melaporkan pembayaan atau pelunasan pajak baik yang dilakukan Wajib
Pajak sendiri maupun melalui mekanisme pemotongan dan pemungutan yang
dilakukan oleh pihak ke-3, melaporkan harta dan kewajiban, dan
pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan dan pemungutan
pajak yang telah dilakukan. Sehingga Surat Pemberitahuan mempunyai
makna yang cukup penting baik bagi Wajib Pajak maupun aparatur pajak.
Pelaporan
pajak disampaikan ke KPP atau KP4 dimana Wajib Pajak terdaftar. SPT
dapat dibedakan sebagai berikut :
|
|
|
1)
|
SPT
Masa, yaitu SPT yang digunakan untuk melakukan pelaporan atas
pembayaran pajak bulanan. Ada beberapa SPT Masa :
-
|
PPh Pasal 21,
|
-
|
PPh Pasal 22,
|
-
|
PPh Pasal 23,
|
-
|
PPh Pasal 25,
|
-
|
PPh Pasal 26,
|
-
|
PPN dan PPnBM,
|
-
|
Pemungut PPN
|
|
|
|
2)
|
SPT Tahunan, yaitu SPT yang digunakan untuk pelaporan tahunan. Ada beberapa jenis SPT Tahunan :
-
|
Badan
|
-
|
Orang Pribadi
|
-
|
Pasal 21
|
|
|
|
Untuk
lampiran 1721 A1 pada SPT Tahunan PPh Pasal 21 dapat digunakan media
elektronik (disket dan cartridge).
Saat
ini khusus untuk SPT Masa PPN sudah dapat disampaikan secara
elektronik (on-line) melalui aplikasi e-filing. Dalam waktu dekat,
penyampaian SPT Tahunan PPh dapat dilakukan secara online melalui
aplikasi e-SPT.
Keterlambatan
pelaporan untuk SPT masa dikenakan sanksi administrasi berupa denda
sebesar Rp. 50.000,- dan SPT tahunan sebesar Rp. 100.000,-.
No
|
Jenis SPT
|
Batas Waktu Pembayaran
|
Batas Waktu Pelaporan
|
Masa
|
1
|
PPh Pasal 21/26
|
Tgl. 10 bulan berikut
|
Tgl. 20 bulan berikut
|
2
|
PPh Pasal 23/26
|
Tgl. 10 bulan berikut
|
Tgl. 20 bulan berikut
|
3
|
PPh Pasal 25
|
Tgl. 15 bulan berikut
|
Tgl. 20 bulan berikut
|
4
|
PPh Pasal 22, PPN & PPn BM oleh Bea Cukai
|
1 hari setelah dipungut
|
7 hari setelah pembayaran
|
5
|
PPh Pasal 22 - Bendaharawan Pemerintah
|
Pada hari yang sama saat penyerahan barang
|
Tgl. 14 bulan berikujt
|
6
|
PPh Pasal 22 - Pertamina
|
Sebelum Delivery Order dibayar
|
|
7
|
PPh Pasal 22 - Pemungut tertentu
|
Tgl. 10 bulan berikut
|
Tgl. 20 bulan berikut
|
8
|
PPh Pasal 4 ayat (2)
|
Tgl. 10 bulan berikut
|
Tgl. 20 bulan berikut
|
9
|
PPN dan PPn BM - PKP
|
Tgl. 15 bulan berikut
|
Tgl. 20 bulan berikut
|
10
|
PPN dan PPn BM - Bendaharawan
|
Tgl. 17 bulan berikut
|
Tgl. 14 bulan berikut
|
11
|
PPN & PPn BM - Pemungut Non Bendaharawan
|
Tgl. 15 bulan berikut
|
Tgl. 20 bulan berikut
|
Tahunan
|
1
|
PPh - Badan, OP, PPh Pasal 21
|
Tgl. 25 bulan ketiga setelah berakhirnya tahun atau bagian tahun pajak
|
Tgl. 31 bulan ketiga setelah berakhirnya tahun atau bagian tahun pajak
|
2
|
PBB
|
6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT
|
----
|
3
|
BPHTB
|
Dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak atas tanah dan bangunan
|
----
|
|
IV.
|
KELEBIHAN PEMBAYARAN
Dalam
hal pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih kecil
dari jumlah kredit pajak, atau dengan kata lain pembayaran pajak yang
dibayar atau dipotong atau dipungut lebih besar dari yang seharusnya
terutang, maka Wajib Pajak mempunyai hak untuk mendapatkan kembali
kelebihan tersebut. Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dapat
diberikan dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak surat permohonan
diterima secara lengkap.
Untuk
Wajib Pajak masuk kriteria Wajib Pajak Patuh, pengembalian kelebihan
pembayaran pajak dapat dilakukan paling lambat 3 bulan untuk PPh da 1
bulan untuk PPN sejak permohonan diterima. Perlu diketahui
pengembalian ini dilakukan tanpa pemeriksaan.
Wajib Pajak dapat melakukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak melalui dua cara :
Yang Pertama, dengan melalui Surat Pemberitahuan (SPT),
Yang Kedua, dengan mengirimkan surat permohonan yang ditujukan kepada Kepala KPP.
Apabila
DJP terlambat mengembalikan kelebihan pembayaran yang semestinya
dilakukan, maka Wajib Pajak berhak menerima bunga 2% per bulan
maksimum 24 bulan.
|
V.
|
PEMERIKSAAN & PENYIDIKAN
Untuk
menguji kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya,
Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan terhadap Wajib
Pajak. Pelaksanaan pemeriksaan dilakukan dalam rangka menjalankan
fungsi pengawasan terhadap Wajib Pajak yang bertujuan untuk
meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak.
|
|
A.
|
Pemeriksaan
Direktorat
Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan dengan tujuan menguji
kepatuhan Wajib Pajak dan tujuan lain yang ditetapkan ole Direktorat
Jenderal Pajak.
Dalam hal dilakukan pemeriksaan, Wajib Pajak berhak :
-
|
Meminta Surat Perintah Pemeriksaan
|
-
|
Melihat Tanda Pengenal Pemeriksa
|
-
|
Mendapat penjelasan mengenai maksud dan tujuan pemeriksaan
|
-
|
Meminta rincian perbedaan antara hasil pemeriksaan dan SPT
|
|
|
|
Pemeriksaan
yang dilakukan dapat dibedakan menjadi pemeriksaan rutin, pemeriksaan
kriteria seleksi, pemeriksaan khusus, pemeriksaan Wajib Pajak lokasi,
pemeriksaan tahun berjalan dan pemeriksaan bukti permulaan.
Pemeriksaan yang disebutkan terakhir adalah pemeriksaan yang dilakukan
terhadapWajib Pajak yang terindikasi melakukan tindak pidana di
bidang perpajakan.
Berdasarkan
ruang lingkunya jenis-jenis pemeriksaan sebagaimana disebutkan di
atas dapat dibedakan menjadi pemeriksaan lapangan dan pemeriksaan
kantor. Suatu jenis pemeriksaan dapat dilakukan hanya dengan
pemeriksaan kantor, sedangkan jenis pemeriksaan lainnya dapat
dilakukan dengan keduanya.
|
|
B.
|
Penyidikan
Penyidikan
adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik yaitu
Pengawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal
Pajak, untuk mencari dan mengumpulkan bukti-bukti yang membuat terang
tindak pidana di bidang perpajakan.
Tindak
pidana di bidang perpajakan dapat berupa kealpaan atau kesengajaan
yang dilakukan oleh Wajib Pajak. Yang dimaksud dengan kealpaan disini
adalah Wajib Pajak alpa tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT
tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan
keterangan yang isinya tidak benar, sehingga dapat menimbulkan
kerugian pada pendapatan negara. Kealpaan dapat diartikan tidak
sengaja, lalai, tidak hati-hati, atau kurang mengindahkan kewajibannya.
Sedangkan kriteria kesengajaan adalah sebagai berikut :
-
|
Tidak mendaftarkan diri, atau penyalahgunaan NPWP atau PPKP;
|
-
|
Tidak menyampaikan SPT;
|
-
|
Menyampaikan SPT dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap;
|
-
|
Menolak untuk dilakukan pemeriksaan;
|
-
|
Memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu;
|
-
|
Tidak
menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, tidak memperlihatkan
atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lainnya;
atau
|
-
|
Tidak
menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut, sehingga dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
|
|
VI.
|
PENETAPAN, KEBERATAN, BANDING & PENINJAUAN KEMBALI
Berdasarkan
hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak, maka
akan diterbitkan suatu surat ketetapan pajak, yang dapat
mengakibatkan pajak terutang menjadi kurang bayar, lebih bayar, atau
nihil. Jika Wajib Pajak tidak sependapat maka dapat mengajukan
keberatan atas surat ketetapan tersebut. Selanjutya apabila belum puas
dengan keputusan keberatan tersebut maka Wajib Pajak dapat mengajukan
banding. Langkah terakhir yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak dalam
sengketa pajak adalah peninjauan kembali ke Mahkamah Agung.
|
|
A.
|
Penetapan
Penetapan
pajak dapat dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak. Jenis-jenis
ketetapan yag dikeluarkan adalah : Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar
(SKPLB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), dan Surat Ketetapan Pajak Nihil
(SKPN). Disamping itu dapat diterbitkan pula Surat Tagihan Pajak (STP)
dalam hal dikenakannya sanksi administrasi dapat berupa denda,
bungan, dan kenaikan.
Sanksi Administrasi
No
|
Pasal
|
Masalah
|
Sanksi
|
Ket.
|
Denda
|
1.
|
7 (1)
|
SPT Terlambat disampaikan :
|
|
|
|
|
a. Masa
|
Rp. 50.000
|
Per SPT
|
|
|
b. Tahunan
|
Rp. 100.000
|
Per SPT
|
2.
|
8 (3)
|
Pembetulan sendiri dan belum disidik
|
200%
|
Dari jumlah pajak yang kurang dibayar
|
3.
|
14 (4)
|
a. Pengusaha kena PPN tidak PKP
|
2%
|
\
> Dari DPP
/
|
|
|
b. Pengusaha tidak PKP buat faktur pajak
|
2%
|
|
|
c. PKP tidak buat faktur atau faktur tidak lengkap
|
2%
|
Bunga
|
1.
|
8 (2)
|
Pembetulan SPT dalam 2 tahun
|
2%
|
Per bulan, dari jumlah pajak yang kurang dibayar
|
2.
|
9 (2a)
|
Keterlambatan pembayaran pajak masa dan tahunan
|
2%
|
Per bulan, dari jumlah pajak terutang
|
3.
|
13 (2)
|
Kekurangan pembayaran pajak dalam SKPKB
|
2%
|
Per bulan, dari jumlah kurang dibayar, max 24 bulan
|
4.
|
13 (5)
|
SKPKB diterbitkan setelah lewat waktu 10 tahun karena adanya tindak pidana
|
48%
|
Dari jumlah paak yang tidak mau atau kurang dibayar.
|
5.
|
14 (3)
|
a. PPh tahunn berjalan tidak/kurang bayar
|
2%
|
Per bulan, dari jumlah pajak tidak/kurang dibayr, max 24 bulan
|
|
|
b. SPT kurang bayar
|
2%
|
Per bulan, dari jumlah pajak tidak/kurang dibayr, max 24 bulan
|
6.
|
15 (4)
|
SKPKBT diterbitkan setelah lewat wkatu 10 tahun karena adanya tindak pidana
|
48%
|
Dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar
|
7.
|
19 (1)
|
SKPKB/T,
SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding yang menyebabkan
kurang bayar terlambat dibayar
|
2%
|
Per bulan, atas jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar
|
8.
|
19 (2)
|
Mengangsur atau menunda
|
2%
|
Per bulan, bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan
|
9.
|
19 (3)
|
Kekurangan pajak akibat penundaan SPT
|
2%
|
Atas kekurangan pembayaran pajak
|
Kenaikan
|
1.
|
8 (5)
|
Pengungkapan ketidak benaran SPT setelah lewat 2 tahun sebelum terbitnya SKP
|
50%
|
Dari pajak yang kurang dibayar
|
2.
|
13 (3)
|
Apabila:
SPT tidak disampaikan sebagaimana disebut dalam surat teguran,
PPN/PPnBM yang tidak seharusnya dikompensasikan atau tidak tarif 0%,
tidak terpenuhinya Pasal 28 dan 29
|
|
|
|
|
a. PPh yang tidak atau kurang dibayar
|
50%
|
Dari PPh yang tidak/kurang dibayar
|
|
|
b. tidak/kurang dipotong/ dipungut/ disetorkan
|
100%
|
Dari PPh yang tidak/kurang dipotong/dipungut
|
|
|
c. PPN/PPnBM tidak atau kurang dibayar
|
100%
|
Dari PPN/PPnBM yang tidak atau kurang dibayar
|
3.
|
15 (2)
|
Kekurangan pajak pada SKPKBT
|
100%
|
Dari jumlah kekurangan pajak tersebut
|
|
|
|
|
|
B.
|
Keberatan
Wajib
Pajak mempunyai hak untuk mengajukan keberatan atas suatu ketetapan
pajak dengan mengajukan keberatan secara tertulis kepada Direktur
Jenderal Pajak paling lambat 3 bulan sejak tanggal surat ketetapan,
dan atas keberatan tersebut Direktur Jenderal Pajak akan memberikan
keputusan paling lama dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak
surat keberatan diterima.
Syarat pengajuan keberatan adalah :
|
|
|
-
|
Mengajukan
surat keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak c.q. Kepala Kantor
Pelayanan Pajak setempat atas SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN, dan
Pemotongan dan Pemungutan oleh pihak ketiga.
|
|
|
-
|
Diajukan
secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah
pajak terutang menurut perhitungan Wajib Pajak dengan menyebutkan
alasan-alasan yang jelas.
|
|
|
-
|
Keberatan
harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak surat
ketetapan pajak, kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka
waktu itu tidak dapat dipenuhi karena di luar kekuasaannya.
|
|
|
-
|
Keberatan
yang tidak memenuhi persyaratan di atas tidak dianggap sebagai Surat
Keberatan, sehingga tidak dipertimbangkan.
|
|
C.
|
Banding
Apabila
Wajib Pajak masih belum puas dengan Surat Keputusan Keberatan atas
keberatan yang diajukannya, maka Wajib Pajak masih dapat mengajukan
banding ke Badan Peradilan Pajak. Permohonan banding diajukan secara
tertulis dalam bahasa Indonesia dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak
keputusan diterima dilampiri surat Keputusan Keberatan tersebut.
Terhadap 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Banding. Perlu
diketahui bahwa Wajib Pajak yang mengajukan banding harus membayar
minimal 50% dari utang pajak yang diajukan banding. Pengadilan Pajak
harus menetapkan putusan paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak
Surat Banding diterima.
Apabila
putusan Pengadilan Pajak mengabulkan sebagian atau seluruh Banding,
maka kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan
bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh
empat) bulan.
|
|
D.
|
Peninjauan Kembali (PK)
Apabila
Wajib Pajak masih belum puas dengan Putusan Banding, maka Wajib Pajak
masih memiliki hak mengajukan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah
Agung. Permohonan Peninjauan Kembali hanya dapat diajukan 1 (satu)
kali kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak.
Pengajuan
permohonan PK dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga)
bulan terhitung sejak diketahuinya kebohongan atau tipu muslihat atau
sejak putusan Hakim Pengadilan pidana memperoleh kekuatan hukum tetap
atau ditemukannya bukti tertulis baru atau sejak putusan banding
dikirim.
Mahkamah Agung mengambil keputusan dalam jangka wkatu 6 (enam) bulan sejak permohonan PK diterima.
|
VII.
|
PENAGIHAN
Apabila
WP tidak membayar pajak terutang sesuai dengan jangka waktu yang
telah ditentukan dalam STP, SKPKB, SKPKBT, Surat Keputusan Pembetulan,
Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, maka DJP dapat melakukan
tindakan penagihan. Proses penagihan dimulai dengan Surat Teguran dan
dilanjutkan dengan Surat Paksa. Dalam hal WP tetap tidak membayar
tagihan pajaknya maka dapat dilakukan penyitaan dan pelelangan atas
harta WP yang disita tersebut untuk melunasi pajak yang tidak/belum
dibayar.
Adapun jangka waktu proses penagihan sebagai berikut :
-
|
Surat
Teguran diterbitkan apabila dalam jangka 7 (tujuh) hari dari jatuh
tempo pembayaran Wajib Pajak tidak membayar utang pajaknya.
|
-
|
Surat
Paksa diterbitkan dalam jangka 21 (dua puluh satu) hari setelah
Surat Teguran apabila Wajib Pajak tetap belum melunasi utang
pajaknya.
|
-
|
Sita dilakukan dalam jangka waktu 2 x 24 jam sejak Surat Paksa disampaikan.
|
-
|
Lelang
dilakukan paling singkat 14 (empat belas) hari setelah pengumuman
lelang. Sedangkan pengumuman lelang dilakukan paling singkat 14
(empat belas) hari setelah penyitaan.
|
|
|
DJP dapat melakukan pencegahan dan
penyanderaan terhadap Wajib Pajak/penanggung pajak yang tidak
kooperatif dalam membayar hutang pajaknya.
|
VIII.
|
HAK-HAK WP LAINNYA
|
|
-
|
Kerahasiaan Wajib Pajak
Wajib
Pajak mempunyai hak untuk mendapat perlindungan kerahasiaan atas
segala sesuatu informasi yang telah disampaikannya kepada Direktorat
Jenderal Pajak dalam rangka menjalankan ketentuan perpajakan.
Disamping itu pihak lain yang melakukan tugas di bidang perpajakan
juga dilarang mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak, termasuk tenaga
ahli, sepert ahli bahasa, akuntan, pengacara yang ditunjuk oleh
Direktur Jenderal Pajak untuk membantu pelaksanaan undang-undang
perpajakan.
Kerahasiaan Wajib Pajak antara lain :
-
|
Surat
Pemberitahuan, laporan keuangan, dan dokumen lainnya yang
dilaporkan oleh Wajib Pajak;
|
-
|
Data dari pihak ketiga yang bersifat rahasia;
|
-
|
Dokumen atau rahasia Wajib Pajak lainnya sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku.
|
|
|
-
|
Namun
demikian dalam rangka penyidikan, penuntutan atu dalam rangka
kerjasama dengan instansi pemerintah lainnya, keterangan atau bukti
tertuils dari atau tentang Wajib Pajak dapat diberikan atau
diperlihatkan kepada pihak tertentu yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan.
|
|
-
|
Penundaan Pembayaran
Dalam hal-hal atau kondisi tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan menunda pembayaran pajak.
|
|
-
|
Pengangsuran Pembayaran
Dalam hal-hal atau kondisi tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan mengangsur pembayaran pajak.
|
|
-
|
Penundaan Pelaporan SPT Tahunan
Dengan
alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat menyampaikan perpanjangan
penyampaian SPT Tahunan baik PPh Badan maupun PPh Pasal 21.
|
|
-
|
Pengurangan PPh Pasal 25
Dengan alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25.
|
|
-
|
Pengurangan PBB
Wajib
Pajak orang pribadi atau badan karena kondisi tertentu objek pajak
yang ada hubungannya dengan subjek pajak atau karena sebab-sebab
tertentu lainnya serta dalam hal objek pajak yang terkena bencana alam
dan juga bagi Wajib Pajak anggota veteran pejuang kemerdekaan dan
veteran pembela kemerdekaan, dapat mengajukan permohonan pengurangan
atas pajak terutang.
|
|
-
|
Pembebasan Pajak
Dengan
alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan
pembebasan atas pemotongan/ pemungutan pajak penghasilan.
|
|
-
|
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak
Wajib
Pajak yang telah memenuhi kriteria tertentu sebagai Wajib Pajak Patuh
dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak
dalam jangka waktu paling lambat 1 bulan untuk PPN dan 3 bulan untuk PPh sejak tanggal permohonan.
|
|
-
|
Pajak Ditanggung Pemerintah
Dalam
rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau
dana pinjaman luar negeri PPh yang terutang atas penghasilan yang
diterima oleh kontraktor, konsultan dan supplier utama ditanggung oleh
pemerintah.
|
|
-
|
Insentif Perpajakan
Di
bidang PPN, untuk Barang Kena Pajak tertentu atau kegiatan tertentu
diberikan fasilitas pembebasan PPN atau PPN Tidak Dipungut. BKP
tertentu yang dibebaskan dari pengenaan PPN antara lain Kereta Api,
Pesawat Udara, Kapal Laut, Buku-buku, perlengkapan TNI/POLRI.
Perusahaan yang melakukan kegiatan di kawasan tertentu seperti Kawasan
Berikat mendapat fasilitas PPN Tidak Dipungut antara lain atas impor
dan perolehan bahan baku.
|
IX.
|
INFORMASI LEBIH LANJUT
Apabila
anda ingin mengetahui lebih lanjut tentang perpajakan, anda dapat
menghubungi Kantor Wilayah, KPP dan KP4 terdekat. Anda juga dapat
mengakses Web Site DJP dengan alamat www.pajak.go.id untuk mengetahui
ketentuan perpajakan yang berlaku.
|
X.
|
PELAYANAN DAN KELUHAN
Sampaikan
keluhan, kritik dan saran anda atas pelayanan Direktorat Jenderal
Pajak secara langsung ke Kotak Pos 111 JKTM 12700.
Sampaikan
keluhan, Kritik dan sarana anda atas pelayanan Direktorat Jenderal
Pajak melalui Komisi Ombudsman Nasional, Jl. Adityawarman No. 43
Kebayoran Baru Jakarta 12160 telepon (021) 7258574-78 fax (021)
7258579.
Atau CALL center di KRING PAJAK di 500200
|